Dangke: Keju Nusantara yang Lahir dari Lembah Enrekang

Ketika berbicara tentang keju, bayangan kita biasanya tertuju pada mozzarella, parmesan, atau cheddar yang berasal dari Eropa. Namun, siapa sangka Indonesia ternyata punya produk keju tradisional yang unik, yaitu Dangke, kuliner khas Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Makanan ini sudah ada sejak awal abad ke-20 dan terus diwariskan lintas generasi (Andi, 2021). Meskipun demikian, makanan ini memiliki kisah membanggakan tentang inovasi, ketahanan pangan, dan identitas budaya masyarakat lokal.


Asal-Usul Dangke

Dangke pertama kali dikenal pada abad ke-17, saat Belanda masih bercokol di Nusantara. Dangke berasal dari kata dankee yang berarti “terima kasih.” Nama ini dipercaya muncul karena masyarakat Enrekang menjadikannya simbol syukur atas hasil susu kerbau dan sapi yang melimpah (Pemerintah Kabupaten Enrekang, 2020). Konon, masyarakat Enrekang melihat bagaimana bangsa Eropa membuat keju dari susu. Namun, alih-alih meniru bulat-bulat, masyarakat setempat justru berinovasi dengan bahan alami lokal. Mereka memanfaatkan getah pepaya sebagai penggumpal susu sapi atau kerbau, lalu mencetaknya dengan tempurung kelapa. Dari situlah lahir Dangke, makanan berprotein tinggi yang mirip keju, tapi dengan cita rasa khas Nusantara.


Rasa yang Unik dan Kaya Nutrisi

Dangke memiliki tekstur padat, lembut, dan sedikit kenyal. Rasanya gurih, sedikit asin, dan ada aroma khas susu segar. Biasanya, Dangke disantap dengan nasi hangat, sambal, atau diolah menjadi lauk harian masyarakat Enrekang. Yang menarik, Dangke bukan hanya lezat, tetapi juga kaya nutrisi. Kandungan proteinnya tinggi, lemak sehatnya baik untuk tubuh, dan bebas dari bahan kimia tambahan karena dibuat secara alami.


Simbol Kebanggaan dan Identitas

Bagi masyarakat Enrekang, Dangke bukan sekadar makanan, tetapi juga simbol identitas daerah. Ia menggambarkan kreativitas orang lokal dalam memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar mereka. Dangke juga menjadi sajian kehormatan untuk tamu penting—bukti keramahan sekaligus kebanggaan daerah. Bahkan, Dangke sering disebut sebagai “keju pertama Nusantara”, jauh sebelum Indonesia mengenal keju modern impor. Sampai-sampai, beberapa wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Enrekang menyebut Dangke sebagai “mozzarella ala Indonesia” (Purnamasari, 2022).


Tantangan dan Harapan

Sayangnya, popularitas Dangke masih kalah jauh dibanding makanan khas lain yang sering muncul di media. Produksi Dangke pun terbatas karena hanya dibuat secara tradisional di Enrekang. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat dan pemerintah daerah mulai mendorong Dangke agar dikenal lebih luas. Beberapa UMKM lokal berinovasi dengan kemasan modern, bahkan ada yang mencoba memasarkan Dangke ke pasar nasional dan internasional. Jika promosi dan inovasi terus berjalan, bukan tidak mungkin Dangke akan menjadi salah satu ikon kuliner Nusantara yang mendunia, sejajar dengan tempe dan rendang.


Dangke adalah salah satu contoh nyata “Cerita Membanggakan yang Tak Terlihat di Layar Kaca.” Makanan sederhana dari lembah Enrekang ini bukan hanya unik, tetapi juga menyimpan nilai sejarah, identitas budaya, dan potensi besar untuk dikenalkan ke dunia. Di balik kesederhanaannya, Dangke membuktikan bahwa Indonesia kaya akan inovasi lokal yang tak kalah hebat dibanding produk luar negeri. Tugas kita adalah menjaga, melestarikan, dan memperkenalkan warisan ini, agar generasi mendatang tetap bangga pada kekayaan bangsa sendiri.

Leave a Comment

Our Location

Jalan Suryopranoto Nomor 11 F RT. 008 RW. 008, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10160

Stores

© 2025 Basicnest. All rights reserved