“Orang dulu setelah melahirkan cuma boleh makan nasi pakai teri kering (kareng). Terinya pun tidak di goreng, hanya di asap-asapkan lalu di campur dengan nasi panas yang diberi garam. Terkadang diselingi sayur bayam”
Da Baren, panggilan akrab seorang wanita lanjut usia yang dulunya berprofesi sebagai dukun beranak. Kini usianya yang sudah tergolong lansia tahap lanjut, masa produktifnya dulu kerap dihabiskan untuk menolong persalinan warga setempat. Tepatnya warga Gampong Meunasah Mancang, dan Abeuk Leupon, di kecamatan Lhoksukon, Aceh Utara.
Saat itu keberadaan Bidan dan Tenaga Kesehatan lain masih sangat minim dan terbatas, sehingga Dukun Beranak menjadi salah satu orang yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat. Da baren tak hanya menolong persalinan, beliau juga kerap di panggil untuk pijat bayi, anak, dan ibu pasca melahirkan.
“Dulu kalau ada ibu yang hendak bersalin, saya di panggil ke rumah untuk menolong persalinan sang ibu” tutur Da Baren
Da baren mengaku pengetahuan dan keterampilan dalam menolong persalinan yang dimilikinya diturunkan dari sang nenek yang juga seorang dukun beranak. Da Baren sudah membantu ratusan hingga ribuan persalinan dalam kurun waktu 15 tahun.
Awal mula Da Baren memutuskan berkecimpung dalam dunia peranakan adalah dengan menjadi asisten neneknya. Lalu saat sudah dirasa mumpuni dan mulai berani menolong persalinan secara mandiri, Da Baren di bekali doa potong tali pusat bayi (tali plasenta yang menghubungkan ibu dan bayi) oleh neneknya.
“Doa potong tali pusat bayi wajib di baca, karena jadi pertanggungjawaban kita sama Allah SWT. Do’a harus dibaca 3x lalu meminta izin kepada si ibu untuk memotong tali pusatnya”. tutur Da Baren
Wanita dengan nama lengkap Barensyah ini mengatakan bahwasanya zaman dulu tidak ada alat seperti perlengkapan dan peralatan medis steril untuk menolong persalinan.
“Dulu mana ada steril-steril, orang gak tau pun apa itu steril. Guntingnya dibersihin pakai jeruk=
Da Baren menjelaskan pada saat itu prosedur menolong persalinan tergolong sedehana, prosedur menolong persalinan adalah dengan mengedan apabila saatnya sudah tepat. Lalu ketika bayi sudah keluar hingga bahu, baru kemudian bayi dibantu tarik secara perlahan.
Setelah bayi sempurna lahir, Da Baren melakukan pemotongan tali pusat dengan membaca doa 3x dan meminta izin kepada sang ibu. Terakhir barulah dilakukan pengeluaran / pengambilan plasenta, disebut juga adoe dalam bahasa Aceh. Pengeluaran dilakukan dengan mengikuti arah tali pusat kemudian dikeluarkan secara perlahan menggunakan teknik yang hanya bisa dilakukan oleh tenaga berketerampilan di bidangnya.
Lalu sang Ibu dilanjutkan dengan membersihkan darah dan mandi wiladah (mandi wajib sesudah melahirkan). Setelah sang ibu dibersihkan dan bayi juga dimandikan, barulah bayi diberikan kepada ibu untuk di susui.
Apabila bayi lahir dalam keadaan tidak menangis, bayi akan ditepuk ringan agar menangis. Namun tidak ada pemeriksaan lanjutan lain pada bayi. (pemeriksaan apgar)
“Ketika menolong persalinan, tentunya pernah terjadi komplikasi atau kejadian diluar dugaan seperti tertutupnya jalan lahir. Dulu tidak ada tindakan medis SC (Sectio Cesarea). Namun orang dulu membacakan doa – doa yang disebut dengan istilah meurajah menggunakan ayat ayat suci Al- Quran yang umumnya dibacakan langsung atau dibacakan pada air lalu diminumkan pada ibu yang hendak bersalin, Ungkap Da baren
Banyak yang berhasil, namun ada juga yang tidak berhasil. Hal ini merupakan bentuk ikhtiar kepada Allah SWT. Selain itu Da Baren juga menganjurkan pantangan – pantangan pada orang yang baru selesai melahirkan.
Tak hanya Da Baren, Nek Khadijah yang dulunya bersalin dengan bantuan dukun beranak juga mengaku orang dahulu lebih patuh pada aturan norma adat dan tradisi.
“Orang dulu setelah melahirkan cuma boleh makan nasi pakai teri kering (kareng). Terinya pun tidak di goreng, hanya di asap-asapkan lalu di campur dengan nasi panas yang diberi garam. Terkadang diselingi sayur bayam” jelas Khadijah.
Da Baren menuturkan tujuan pantangan ini adalah untuk menjaga stabilitas tubuh, sehingga luka-luka pada tubuh lebih cepat sembuh juga diiringi dengan ritual madeung (menghangatkan tubuh dengan bara api).
Ritual madeung dilakukan untuk meremajakan kembali tubuh wanita setelah melahirkan. Biasanya menggunakan bara api yg diletakkan di bawah tempat tidur kayu.
Da baren mengaku menjadi dukun beranak tidak lah mudah, namun pertolongan Allah SWT selalu datang pada waktu yang tepat.
Da Baren berhenti menjadi dukun beranak dan menolong persalinan saat dikeluarkan peraturan pemerintah bahwasanya hanya Tenaga Kesehatan seperti Bidan dan Dokter yang boleh menolong persalinan.
Kini Da Baren mengisi waktu senjanya dengan berkebun dan bertani di sawah. Beliau hanya datang apabila dipanggil untuk pijat bayi atau ibu pasca melahirkan. Beliau berharap semoga dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di era digital ini para tenaga kesehatan tetap berpegang teguh pada nilai – nilai dan norma yang ada.
Sekarang keberadaan dukun beranak sudah sangat jarang. Banyak diantaranya sudah wafat dan yang tersisa adalah mereka yang lanjut usia.
Perlahan namun pasti keberadan dukun beranak mulai tergantikan dengan bidan dan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini sesuai dengan peraturan pemerintah yang tidak memperbolehkan lagi dukun beranak untuk menolong persalinan.
Prihatin dengan kondisi dukun beranak yang mulai terkikis waktu, terlupa dan seolah tak pernah ada dalam sejarah persalinan wanita, Frisca Fazira seorang bidan dan owner dari Klinik Jumpa Bidan Mom and Bab Spa mengatakan dukun beranak dari segi pendidikan sudah berbeda jauh dengan tenaga kesehatan, khususnya Bidan yang menempuh pendidikan akademik 3 – 4 tahun untuk diploma dan 5 tahun untuk sarjana dan profesi bidan. Sedangkan Da Baren hanya menjadi asisten neneknya yang juga dukun beranak dan saat sudah merasa mampu Da Baren melakukan pertolongan bersalin secara mandiri.
“Pada saat menolong persalinan memang bisa dilakukan karena berdasarkan pengalaman dan juga sebenarnya persalinan adalah proses naluriah yang terjadi tanpa butuh tindakan apapun pada persalinan normal. Namun beliau tidak bisa memberikan intervensi pada kasus-kasus persalinan yang komplikasi seperti perdarahan, solusio plasenta, plasenta previa, terlilit tali pusat, dan lain sebagainya” tutur Frisca
Frisca menjelaskan menurut pengakuan beliau, ketika terjadi kasus komplikasi memang bisa di berikan doa-doa atau yang sering di sebut meurajah dalam bahasa aceh sebagai bentuk ikhtiar, namun di era sekarang yang sudah semakin banyak kemajuan sangat disarankan untuk memanfaatkannya sembari tetap berikhtiar.
”Lalu media yang digunakan untuk menggunting tali pusat bayi walaupun menurut pengakuannya, beliau pakai gunting khusus namun tetap berbahaya karena tidak steril dan hanya dibersihkan dengan jeruk purut biar amis darahnya hilang, nah alat yang gak steril mimiliki resiko infeksi yang besar dan bisa jadi agen pembawa virus, bakteri, kuman, jamur, dan sebagainya. Resiko infeksi bisa terjadi pada ibu dan bayi, terlebih lagi bayi memiliki tubuh yang sangat sensitif” ucap frisca
Nah terkait doa potong tali pusat memang masih ada, dan sebagian bidan masih membacanya karena hal ini kembali lagi pada keyakinan masing masing. Tutur nya
Frisca Fazira, sosok owner dari jumpa bidan sekaligus akademisi ini juga menambahkan terkait bahayanya pantangan pantangan pada masa nifas atau setelah melahirkan. Karena ibu-ibu pasca melahirkan membutuhkan banyak asupan nutrisi secara lengkap dan seimbang,
“Kalo cuma makan nasi dengan teri mana cukup nutrisi bagi ibuya. Belum lagi ibunya harus berbagi nutrisi dengan bayi yang menyusui, dalam medis tidak ada pantangan apapun kecuali si ibu memang ada riwayat alergi. Misal si ibu alergi ikan tongkol berarti jangan makan ikan tongkol. Sangat disarankan ibu makan sesuai gizi yang di butuhkan karena ibu harus punya cukup nutrisi untuk bayi” tutur owner jumpa bidan tersebut.
”Kalau si Ibu tinggal bersama Orang Tua yang teguh pendirian terhadap adat pantangan, alangkah baiknya si Ibu tidak melanjutkan melakukan pantangan makan tanpa sepengetahuan orang tua tentunya dengan dukungan dari suami. Karena hubungan dengan orang tua termasuk dalam hubungan long relationsip. Alangkah baiknya jika kita tetap menjaga perasaannya” ungkap frisca
Frisca juga menambahkan selain pantangan setelah melahirkan juga ada Ritual Madeng yang kurang disarankan. Karena beresiko pada ibu dengan anemia
“Ritual madeung atau disebut juga dengan sale memang menghangatkan tubuh dan membuat ibu merasa lebih rileks, namun uap panas menyebabkan pembuluh darah terjadi vasodilatasi (membesar) sehingga darah nifas keluar dalam jumlah yang lebih banyak. Memang pada sebagian ibu hamil membuat masa nifasnya lebih cepat selesai. Namun hal ini berbahaya pada ibu nifas dengan penyakit penyerta anemia. Karena bisa menyebabkan kekurangan sel darah merah dalam tubuh dan akibatnya harus transfusi. Makanya tak jarang ibu ibu yang madeung wajahnya pucat, lemas, terlebih lagi kurang nutrisi karena pantangan makan” ungkap Frisca
Frisa menyarankan Madeung/ Sale dilakukan pada minggu kedua setelah melahirkan untuk mencegah terjadinya keluar darah dalam jumlah banyak sekaligus. Terkait adat istiadat yang harus di lestarikan tidak salah tapi kembali lagi ke kondisi kesehatan ibu.
Di sisi lain Ummu Aiman seorang akademisi kebidanan berpendapat madeung bagus dilakukan untuk meremajakan tubuh, dan juga menurut orang terdahulu madeung dapat menjadi alternatif KB alami. “orang madeung memiliki bau tubuh yang tidak sedap, karena berkeringat dan tidak mandi, sehingga pihak suami tidak tertarik mendekat” ungkapnya
Ummu juga menambahkan tak hanya madeung, orang dulu juga menggunakan kain pengikat perut atau sering disebut gurita agar tubuh bisa langsing kembali, tetapi sekarang tidak dianjurkan lagi karena bisa mempersempit peredaran pembuluh darah dalam tubuh, akibatnya bisa menyebabkan berbagai komplikasi.
Frisca menuturkan bahwa alangkah baiknya jika dukun beranak yang masih hidup di apresiasi atas dedikasinya selama puluhan tahun dan sudah membantu ratusan bahkan ribuan ibu bersalin dengan segala keterbatasan pada masa dulu. dukun beranak juga bisa diberikan pelatihan pijat ibu dan bayi dan bisa bekerja sama dengan bidan desa setempat untuk tetap bisa berdampak kepada masyarakat sekitar. Untuk ibu hamil sendiri harapannya rutin melakukan pemeriksaan kehamilannya teratur 5x selama kehamilan. Dan minimal 1x pemeriksaan USG untuk mengetahui perkembangan janin juga kesehatan ibu dan bayi.