Di tengah gemuruh modernitas yang tak pernah henti, masih ada bisikan-bisikan masa lalu yang tetap hidup, menari di antara hiruk pikuk. Salah satunya adalah Jaranan, atau yang akrab disebut Kepangan atau Kuda Lumping, sebuah seni pertunjukan tradisional yang mungkin bagi sebagian orang adalah hal baru. Namun, bagi masyarakat Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jaranan bukan sekadar tarian. Ia adalah jembatan menuju dimensi lain, sebuah manifestasi spiritualitas yang mendalam, sekaligus panggung bagi ketangguhan jiwa.
Lebih dari Sekadar Kuda Tiruan
Bagi yang belum mengenalnya, Jaranan adalah tarian kolosal di mana para penarinya menunggangi anyaman kuda bambu. Diiringi tabuhan gamelan yang dinamis dan melodi terompet yang melengking, mereka bergerak dengan ritme yang enerjik. Namun, jangan terkecoh dengan kesederhanaan visualnya. Di balik gerakan lincah dan kostum warna-warni, tersimpan sebuah rahasia yang telah diwariskan turun-temurun.
Momen “Trance”: Ketika Tubuh Bukan Milik Sendiri
Puncak dari pertunjukan Jaranan adalah momen ketika para penari mengalami trance atau kesurupan. Musik semakin intens, aroma kemenyan menyeruak, dan tiba-tiba, tubuh-tubuh penari mulai bergerak di luar kendali mereka sendiri. Mata mereka memancarkan pandangan kosong, namun kekuatan dan kelincahan mereka justru berlipat ganda. Mereka melakukan aksi-aksi ekstrem yang sulit dipercaya akal sehat: memakan beling, mengupas kelapa dengan gigi, atau kebal terhadap sabetan cambuk.
Momen inilah yang kerap membuat penonton terpana, takjub sekaligus merinding. Ini bukan sekadar atraksi sirkus, melainkan sebuah ritual di mana raga menjadi wadah bagi roh-roh leluhur atau entitas lain. Bagi masyarakat lokal, ini adalah bukti nyata adanya kekuatan tak kasat mata, sebuah dialog antara dunia manusia dan alam spiritual. Mereka percaya, roh-roh ini hadir untuk memberikan berkah, menjaga keseimbangan, atau bahkan menyampaikan pesan.
Simbolisme yang Menginspirasi
Di balik kengerian dan keunikan aksi trance ini, Jaranan menyimpan simbolisme yang sangat inspiratif:
- Ketangguhan dan Keberanian: Para penari Jaranan adalah pribadi-pribadi tangguh yang telah melatih fisik dan mental mereka. Mereka berani menghadapi risiko dan menyerahkan diri pada pengalaman transendental, mengajarkan kita tentang keberanian untuk keluar dari zona nyaman.
- Harmoni dengan Alam dan Spiritual: Kesenian ini adalah pengingat bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta yang lebih besar, di mana ada kekuatan lain di luar pemahaman kita. Ini mengajarkan kita untuk menghormati dan menjaga keseimbangan spiritual dalam hidup.
- Gotong Royong dan Kebersamaan: Sebuah pertunjukan Jaranan tidak bisa berdiri sendiri. Ia membutuhkan kolaborasi erat antara penari, pemusik, sesepuh (pawang), dan seluruh komunitas. Ini adalah perwujudan gotong royong, di mana setiap individu memiliki peran penting untuk menciptakan harmoni.
- Warisan yang Terus Hidup: Di tengah gempuran budaya asing, Jaranan adalah bukti bahwa warisan leluhur kita punya daya tahan luar biasa. Ia terus beradaptasi, kadang berkolaborasi dengan musik modern, namun tetap mempertahankan inti spiritualnya, menginspirasi kita untuk menjaga dan melestarikan kekayaan budaya.
Jaranan: Sebuah Refleksi untuk Kita
Kini, mari kita memandang Jaranan bukan hanya sebagai tontonan, melainkan sebagai sebuah cermin. Kuda lumping yang terbuat dari anyaman bambu seakan berbisik pada kita tentang kekuatan yang sesungguhnya: bukan pada apa yang terlihat, melainkan pada ketahanan batin yang tersembunyi.
Aksi-aksi ekstrem yang mereka lakukan adalah pengingat bahwa di dalam diri kita, ada keberanian luar biasa yang sering kali tidak kita sadari. Kesenian ini mengajak kita untuk merenung, apakah kita sudah cukup berani menghadapi tantangan hidup, atau justru terjebak dalam zona nyaman?
Gotong royong yang menjadi tulang punggung Jaranan adalah pelajaran berharga tentang pentingnya kebersamaan. Ia mengingatkan kita bahwa keindahan dan kekuatan sejati lahir dari harmoni, dari setiap individu yang saling mendukung untuk mencapai tujuan bersama.
Jadi, ketika kita melihat Jaranan, kita tidak hanya menyaksikan tarian. Kita sedang diajak untuk melihat ke dalam diri, menemukan ketangguhan, merayakan kebersamaan, dan yang paling penting, menghargai warisan tak ternilai yang terus hidup, menari di atas tanah yang kita pijak.