Tradisi merupakan salah satu cara masyarakat menjaga identitas dan jati dirinya di tengah arus modernisasi. Di berbagai daerah Indonesia, tradisi tidak hanya menjadi sebuah ritual, tetapi juga sarana mempererat persaudaraan, melestarikan kearifan lokal, dan menyampaikan doa-doa yang penuh makna. Salah satu tradisi yang masih hidup dan lestari hingga kini adalah Kirab Buceng Guyub di Kelurahan Sananwetan, Kecamatan Sananwetan, Kota Blitar, Jawa Timur.
Kirab Buceng Guyub rutin diadakan setiap tahun dan selalu jatuh pada malam Jumat Legi bulan Agustus. Pemilihan waktu ini bukan tanpa alasan, karena Jumat Legi dipercaya masyarakat Jawa sebagai hari yang penuh berkah dan keberuntungan. Dengan melaksanakan tradisi di hari tersebut, warga Sananwetan berharap doa dan harapan yang disampaikan melalui kirab akan terkabul.
Lebih dari sekadar prosesi budaya, Kirab Buceng Guyub adalah wujud kebersamaan masyarakat Sananwetan. Buceng, yang merupakan simbol utama dalam kirab ini, disusun dari berbagai hasil bumi dan buah-buahan, masing-masing memiliki makna filosofis yang dalam tentang perjalanan hidup manusia dan doa bagi kesejahteraan warga.
Buceng adalah tumpeng atau sesaji yang disusun dalam bentuk gunungan dan diarak bersama-sama dalam prosesi kirab. Gunungan tersebut tidak disusun sembarangan, melainkan dipenuhi dengan berbagai hasil bumi yang dipilih dengan cermat karena memiliki simbol dan makna tersendiri.
Beberapa isi buceng dan maknanya antara lain:
1. Buah Nanas
Buah nanas yang memiliki kulit berduri melambangkan perjalanan hidup manusia yang penuh dengan rintangan. Setiap orang pasti akan menghadapi cobaan dan tantangan. Namun, di balik duri itu terdapat daging buah yang manis, yang berarti setelah melewati kesulitan, manusia akan merasakan kebahagiaan dan hasil yang manis.
2. Cabai
Rasa pedas cabai menggambarkan pahit getir kehidupan. Dalam hidup, setiap manusia tidak hanya merasakan manisnya kebahagiaan, tetapi juga pedasnya penderitaan. Cabai menjadi pengingat bahwa ujian hidup adalah bagian dari perjalanan menuju kematangan jiwa.
3. Bawang merah dan bawang putih
Bawang merah dan bawang putih dalam tradisi Jawa sering kali melambangkan suka dan duka. Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari keduanya. Dengan adanya brambang bawang di dalam buceng, masyarakat Sananwetan berdoa agar selalu kuat menghadapi suka maupun duka.
4. Luwih
Kehadiran luwih atau sejenis makanan dari beras melambangkan doa agar warga Sananwetan selalu diberi rezeki yang lebih. “Luwih-luwih” dalam bahasa Jawa berarti berlimpah, sehingga harapannya adalah agar kehidupan masyarakat tidak kekurangan, melainkan selalu tercukupi bahkan berlebih.
5. Buah Waluh (Labu)
Waluh memiliki makna tolak bala. Kehadirannya di dalam buceng adalah doa agar masyarakat dijauhkan dari marabahaya, teluh, serta segala bentuk gangguan yang dapat merusak kedamaian hidup.
6. Buah Sukun atau Pisang (Ontong)
Buah ini ditempatkan di puncak gunungan buceng. Posisi tertinggi tersebut melambangkan cita-cita luhur masyarakat Sananwetan untuk hidup sugih rukun, artinya kaya akan kerukunan. Harapan besar warga adalah agar kehidupan mereka senantiasa dipenuhi rasa guyub, rukun, dan sejahtera.
Selain isi yang penuh simbol, bentuk gunungan buceng yang mengerucut ke atas juga memiliki makna penting. Gunungan tersebut menggambarkan doa masyarakat yang senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan mereka selalu meningkat, sejahtera, dan penuh berkah.
Tradisi Kirab Buceng Guyub tidak hanya tentang menyusun hasil bumi, tetapi juga melibatkan seluruh warga dalam prosesi yang penuh makna. Kegiatan dimulai dengan persiapan panjang, mulai dari mengumpulkan bahan, menyusun gunungan buceng, hingga mengatur jalannya kirab.
Pada malam Jumat Legi, warga berkumpul untuk mengarak buceng dari titik awal hingga tempat yang telah ditentukan. Prosesi kirab biasanya dilakukan dengan meriah, diiringi doa-doa dan kesenian tradisional. Buceng yang diarak bukan hanya satu, melainkan terdiri dari beberapa gunungan, sehingga suasana semakin semarak.
Setelah prosesi kirab selesai, buceng biasanya didoakan bersama sebagai wujud rasa syukur masyarakat. Kemudian, hasil bumi dari buceng dibagikan kepada warga. Pembagian ini menjadi simbol berbagi rezeki dan mempererat rasa persaudaraan. Tidak jarang, masyarakat percaya bahwa siapa pun yang mendapatkan bagian dari buceng akan memperoleh berkah.
Hal yang paling menonjol dari Kirab Buceng Guyub adalah semangat kebersamaan warga Sananwetan. Seluruh elemen masyarakat, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua, ikut serta dalam persiapan dan pelaksanaan acara. Semangat gotong royong sangat terasa, karena setiap orang berperan sesuai kemampuannya.
Tradisi ini juga menjadi ruang silaturahmi antarwarga. Dalam kesibukan sehari-hari, mungkin ada jarak antarindividu. Namun, melalui kirab ini, warga kembali berkumpul, bekerja sama, dan memperkuat ikatan sosial. Hal inilah yang membuat tradisi ini terus bertahan hingga sekarang.
Selain itu, kirab juga menjadi ajang pelestarian seni budaya lokal. Selama prosesi berlangsung, sering kali ditampilkan kesenian tradisional seperti gamelan, tari-tarian, atau tembang Jawa. Kehadiran seni ini tidak hanya menambah kemeriahan, tetapi juga menjaga agar budaya leluhur tetap hidup di tengah modernisasi.
Kirab Buceng Guyub tidak hanya menarik bagi warga Sananwetan, tetapi juga mulai dikenal oleh masyarakat luar daerah. Setiap tahun, banyak pengunjung yang datang untuk menyaksikan langsung tradisi ini. Mereka tertarik melihat keunikan gunungan buceng, filosofi di balik setiap simbol, serta suasana kebersamaan yang tercipta.
Bagi Kota Blitar sendiri, tradisi ini dapat menjadi potensi wisata budaya yang memperkaya identitas daerah. Dengan promosi yang tepat, Kirab Buceng Guyub bisa menjadi daya tarik wisata tahunan yang mendukung sektor ekonomi lokal, terutama di bidang kuliner, kerajinan, dan pariwisata.
Tradisi Kirab Buceng Guyub di Kelurahan Sananwetan bukan hanya sekadar ritual tahunan, melainkan cerminan nilai kehidupan masyarakat Jawa yang sarat makna. Dari setiap buah, hasil bumi, dan bentuk gunungan buceng, terselip filosofi tentang perjuangan hidup, doa untuk keselamatan, serta harapan akan kerukunan dan kesejahteraan bersama.
Kirab ini juga menunjukkan betapa kuatnya nilai kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat. Dengan menjaga dan melestarikan tradisi ini, warga Sananwetan tidak hanya merawat warisan leluhur, tetapi juga memperkuat identitas budaya serta mempererat tali persaudaraan.
Di tengah arus globalisasi yang serba cepat, tradisi seperti Kirab Buceng Guyub adalah pengingat bahwa budaya lokal adalah akar yang harus dijaga. Tradisi ini mengajarkan bahwa kebersamaan dan kerukunan adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang damai, sejahtera dan penuh berkah.