Multikultural Betawi dalam Semangkuk Bubur Ase

Jakarta tidak hanya dikenal sebagai kota metropolitan loh, tetapi juga sebagai rumah asli masyarakat Betawi yang kaya akan budaya hasil percampuran banyak etnis. Perpaduan inilah yang melahirkan tradisi kuliner beragam, salah satunya adalah bubur ase. Bubur ase bukan sekadar makanan, melainkan simbol kebersamaan dan identitas Betawi yang diwariskan turun-temurun. Dulu, bubur ini sering hadir dalam acara penting seperti hajatan dan upacara adat. Rasa khasnya tercipta dari perpaduan bubur nasi, kuah semur, dan asinan sayur, yang mencerminkan jejak multikultural di Jakarta. Namun, keberadaan bubur ase kini semakin jarang ditemui. Pengaruh globalisasi serta tren makanan cepat saji membuat generasi muda lebih memilih kuliner praktis dan bergaya internasional. Akibatnya, bubur ase kian terpinggirkan, bahkan sebagian orang Betawi sendiri mulai asing dengan kuliner ini. Nah, sekarang kita telusuri sejarah, keunikan, dan nilai budaya bubur ase yuk!

Bubur: Simbol Kemiskinan dan Kesetaraan

Bubur menjadi salah satu menu sarapan favorit masyarakat Indonesia. Menariknya, semangkuk bubur ini menceritakan perjuangan hidup masyarakat ketika masa kritis di Indonesia, terutama di Pulau Jawa. Bubur mencerminkan kondisi ekonomi yang sulit dan keterbatasan pangan. Bubur dikonsumsi ketika terjadi kegagalan panen atau ketidakmampuan masyarakat untuk membeli cukup beras. Di kalangan orang tionghoa, bubur dianggap sebagai simbol kemiskinan, sedangkan orang Jawa menganggap bubur sebagai simbol kesetaraan. Bubur bisa dibagi secara merata dan dinikmati oleh semua orang.

Jejak Multikultural dalam Semangkuk Bubur Ase

“Ase” merupakan singkatan dari asinan semur. Bubur nasi disiram kuah semur berisi daging, kentang, tahu atau telur, lalu diberi topping asinan sayur yang segar. Kombinasi ini mungkin terdengar aneh bagi lidah yang belum terbiasa, tapi justru di sanalah letak keistimewaannya.

Dalam semangkuk bubur ase, kita dapat merasakan:

  • Pengaruh Tionghoa hadir melalui penggunaan bubur, tauge, tahu, dan kecap.

  • Teknik memasak Belanda muncul dari kuah semur. Kata “semur” sendiri berasal dari bahasa Belanda “smoor”, yaitu teknik memasak daging secara perlahan dengan bumbu manis.

  • Sentuhan Timur Tengah terasa dari rempah-rempah kuat seperti pala, cengkeh, lada, dan jahe.

Bubur Ase yang Kian Terpinggirkan

Kini, bubur ase semakin sulit dijumpai, bahkan di tanahnya sendiri, yakni Jakarta. Penjual bubur ase bisa dihitung dengan jari, orang Betawi pun banyak yang mulai asing dengan hidangan ini. Jadi, kalau suatu hari kamu menemukan penjual bubur ase di sudut Jakarta, jangan ragu untuk berhenti dan mencicipinya karena dalam satu sendok bubur itu, tersimpan rasa, sejarah, dan identitas Kota Jakarta yang tidak tergantikan.

Leave a Comment

Our Location

Jalan Suryopranoto Nomor 11 F RT. 008 RW. 008, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10160

Stores

© 2025 Basicnest. All rights reserved